Post Top Ad

Post Top Ad

Tuesday, January 27, 2009

10:53 PM

BAYI BARU LAHIR

Pengertian Bayi Baru Lahir Normal
  • Suatu konsepsi yang baru lahir dari rahim wanita melalui jalan normal atau dengan bantuan alat tertentu sampai umur satu bulan. (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002).
  • Saat dilahirkan biasanya bayi aktif dan segera sesudah tali pusat dijepit bayi menangis yang merangsang pernafasan denyut jantung atau menjadi stabil bila frekuensi 120-140 x/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. (Saifuddin, 2001).
Gambaran fisik bayi yang baru lahir adalah
  1. Tubuh : merah jambu
  2. Tangan dan kaki : kebiru-biruan
  3. Kepala dan perut : relatif besar
  4. Tungkai : relatif pendek dan bengkak
  5. Tonus umum : kenyal tidak terlalu keras
  6. Reflek-reflek : beberapa reflek dapat dibangkitkan
Ciri-ciri bayi normal
  1. Berat badan 2500-4000 gram
  2. Panjang badan 48-52 cm
  3. badan 30-38 cm
  4. kepala 33-35 cm
  5. jantung dalam menit pertama kira-kira 180 x/menit kemudian menurun sampai 120-140 x/menit
  6. pada menit pertama kira-kira 80 x/menit kemudian turun sampai 40 x/menit
  7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk dan diliputi vernik caseosa
  8. Rambut lanuyo tidak terlihat, rambut tampak sempurna
  9. Kuku agak panjang dan lemas
  10. Testis sudah turun (pada anak laki-laki), labia mayora sudah menutupi labia minora (pada anak perempuan)
  11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
  12. Reflek mata bila ditegakkan akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk
  13. Graff reflek sudah baik, bila diletakkan satu benda ke telapak tangan, maka akan menggenggam
  14. Eliminasi, urin dan mekanium akan keluar dalam 24 jam pertama mekanium berwarna kuning kecoklatan
Tanda-tanda bayi baru lahir sakit
  1. Sesak nafas
  2. Frekuensi pernafasan 60 x/menit
  3. Gerakan retraksi dada
  4. Malas minum
  5. Panas atau suhu badan bayi rendah
  6. Kurang aktif
  7. Berat lahir rendah dengan kesulitan minum
Tanda-tanda bayi sakit berat
  1. Sulit minum
  2. Sianosis sentral (lidah biru)
  3. Perut kembung
  4. Periode apneu
  5. Kejang / periode kejang-kejang kecil
  6. Merintih
  7. Pendarahan
  8. Sangat kuning
  9. Berat badan lahir <> 100 x/menit, tonus otot kurang baik, sionosis dan reflek iritabilitas tak ada dan pastikan bahwa neonatus kering dan hangat.

Asfiksia Berat
Score APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi jantung <> 100 x/menit Usaha bernafas Tidak ada Lambat tidak teratur Menangis kuat Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktif. Reflek Tidak ada Gerakan sedikit Menangis. Warna kulit Biru atau pucat Tubuh kemerahan ekstremitas biru Tubuh dan ekstremitas kemerahan
(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000)

Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil keputusan guna menentukan tindakan resusitasi. Penilaian Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah:
  • Apakah ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada letak kepala, Segera setelah bayi lahir
  • Apakah bayi menangis, bernafas spontan dan teratur, bernafas megap-megap atau tidak bernafas

Keputusan Memutuskan bayi perlu resusitasi apabila :
  • Bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap. Air ketuban bercampur mekonium
Tindakan Mulai lakukan resusitasi segera bila :
  • Bayi tidak bernafas atau megap-megap: lakukan tindakan resusitasi (Depkes RI, 2005)
Ekologi
Adapun etiologi dari asfiksia pada bayi baru lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a. Faktor ibu
  • Hipertensi
  • Paru-paru
  • Gangguan kontraksi uterus
  • Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b) Faktor plasenta
  • Solusia plasenta
  • Plasenta previa
  • Lilitan tali pusat
c) Faktor janin
  • Kelainan tali pusat dengan menumbung
  • Melilit pada leher
  • Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Premature
d) Faktor persalinan
  • Portus lama
  • Portus dengan tindakan(Alimul, 2005)
Patofisiologi
  • Gila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah rangsangan terhadap N. Vagus sehingga bunyi jantung menjadi lambat. Bila kekurangan O¬2 ini terus berlangsung. Maka N. Vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsang dari N. Simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan menghilang. (Mochtar, 1998)
  • Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak bergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.

Penatalaksanaan
a) Tindakan yang tepat yang dilakukan dapat dibagi menjadi 2 macam
  • 1) Tindakan umum
  • a) Mengatur posisi bayi. Bayi diletakkan terlentang di atas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah.
b) Bersihkan jalan nafas dari lendir, mulut tenggorokan, saluran nafas bag. Atas

c) Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan membungkus

d) Memberikan rangsangan menangis, memukul telapak kaki atau menekan tendon pada tumit bayi

e) Dalam ruang gawat darurat bayi selalu tersedia: penghisap lendir bayi dan O2 (Manuaba, 1998)

f) Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi baru lahir harus segera diberi ASI dalam 30 menit sesudah lahir. (Depkes RI, 2005)

g) Mengobservasi BAB/BAK yaitu dalam 24 jam bayi BAK 6-8 kali dan BAB sedikitnya 1 kali per hari (Ladewig, 2002)

h) Memandikan bayi harus ditunda setidak-tidaknya hingga 6 jam setelah persalinan atau memandikan bayi mungkin harus ditunda lebih lama lagi. (Depkes RI, 2002)

i) Observasi keadaan umum, warna kulit, pernafasan

j) Memberikan suntikan vitamin K untuk mencegah terjadinya pendarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir.(Saifuddin, 2002)

k) Tali pusat bisa merupakan pintu masuk bagi infeksi ketuban bayi. Tunggul tali pusat yang tidak tetutup akan mengering dan terlepas lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit tindakan membungkus tali pusat akan membuat tali pusat lembab yang akan memperlambat proses penyembuhan dan peningkatan risiko terjadinya infeksi.(Pusdiknakes, 2003)

2) Tindakan khusus
Menghadapi asfiksia neonatus memang diperlukan tindakan spesialistis, sehingga diharapkan bidan dapat segera melakukan rujukan medis dengan mempergunakan sistem nilai APGAR. Berdasarkan kriteria nilai APGAR, bidan dapat melakukan penilaian untuk mengambil tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medis sehingga keselamatan bayi dapat ditingkatkan. (Manuaba, 1999)

10:43 PM

NIFAS



1. Pengertian Nifas
Masa nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran placenta berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. (Saifuddin, 2001).
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Hanifa, 1999)
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partes selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. (Mansjoer, 1999)
2. Perubahan-perubahan organ reproduksi pada masa nifas adalah:
a. Uterus
b. EndometriumUterus secara berangsur-angsur akan menjadi kecil sehingga akan kembali seperti semula. Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi uterus sehingga dapat menutup pembuluh darah besar .,yang bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot rahim ini terdiri dari tiga lapisan otot membentuk anyaman sehingga pembulun darah dapat tertutup sempurna dengan demikian terhindar dari perdarahan post partum. (Manuaba, 1998) Timbulnya trombosis, dan netrosis ditempat inplantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi, sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis, yang memakan waktu 2 sampai dengan 3 minggu. Jaringan-jaringan ditempat inplementasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi yang kemudian terlepas. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap, dengan demikian tidak ada pembentukan jaringan perut pada tempat inplantasi plasenta. Bila yang terakhir ini terjadi maka ini dapat menimbulkan kelainan pada kehamilan berikutnya. (Hanifa, 1999)
c. Servik
Setelah post partum bentuk servik mengangga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korfus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korfus dan servik uteri terbentuk semacam cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensi lunak segera setelah janin dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan kedalam kavum uteri. Setelah 2 jam hanya dapat dimasukkan 2 sampai 3 jari, dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari kedalam kavum uteri. (Hanifa, 1999)
d. Ligamen
Diafragma pelvis serta fasia yang meregang diwaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir berangsur-angsur ciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh kebelakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh ” kandungannya turun ”. Setelah melahirkan oleh karena ligamentum, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan pada 2 hari postfartum sudah dapat diberikan fisio terapis (Hanifa, 1999)
e. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Karakteristik Lokhea:
1) Lochea rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.
2) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kekuningan berisi darah dan lendir, terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan
3) Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
4) Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan, (Mochtar, 1998)
f. Laktasi
Setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang, maka timbul pengaruh laktogenik hormon atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu pengaruh oksitosin menyebabkan mioepitel kelenjar susu berkonsentrasi sehingga air susu keluar. Produksi akan bertambah banyak sesudah 2-3 hari post partum. Bila bayi mulai ditetekan, isapan pada punting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan oksitosin dikeluarkan hipofise. Sebagai efek samping positif adalah involusi uteri akan lebih sempurna (Mochtar, 1998).
ASI adalah susu alami dan formulanya tidak dapat ditiru dengan sempurna .komposisi ASI sangat cocok dengan kebutuhan nutrisi bayi yang baru lahir. Sebelum ASI keluar yang muncul, payudara ibu menghasilkan kolostrum yaitu suatu csairan berwarna kekuningan yang mengandung antibodi yang penting dan nutrisi yang benar untuk bayi baru lahir. (Kelly kuala, 2001) Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam :
1) Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan kental yang berwarna kekuning-kuningan yang menghasilkan bervariasi antara 10 – 1000 ml per hari dengan rata-rata 30 ml. (Mellyna, 2003)
2) ASI masa nutrisi
ASI yang dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh.
3) ASI manuter
ASI yang dihasilkan mulai hari ke sepuluh sampai seterusnya.
Manfaat pemberian ASI adalah :
a) Bagi bayi
(1) Dapat dicerna dengan lebih baik. ASI dirancang untuk sistim pencernaan bayi manusia yang peka dan masih berkembang.
(2) Mengandung lebih sedikit sodium dan protein. Karena ASI mengandung lebih sedikit sodium dan protein dari pada susu sapi, maka aka lebih sedikit beban kerja pada ginjal bayi yang masih muda.
(3) Lebih banyak penyerapan kalsium . Lebih banyak penyerapan ini sebagian disebabkan oleh rendahnya kadar fosforus dalam ASI.
(4) Resiko alergi yang lebih rendah.
b) Bagi Ibu
Manfaat pemberian ASI ternyata tidak hanya untuk bayi, tetapi juga bermanfaat untuk ibu.
(1) Membantu mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula dan mengurangi pendarahan setelah kelahiran ini karena isapan bayi pada payudara dilanjutkan melalui saraf ke kelenjar hipofise di otak yang mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin selain bekerja untuk mengontraksikan saluran ASI pada kelenjar air susu juga merangsang rahim untuk berkontraksi.
(2) Bagi ibu, pemberian ASI mudah karena tersedia dalam keadaan segar dan suhu yang sesuai sehingga bisa langsung diberikan dan selalu siap jika diperlakukan pada malam hari.
(3) Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu di beli.
(4) Mengurangi biaya perawatan sakit karena bayi yang minum ASI tidak mudah terkena infeksi.
(5) memberikan rasa puas bangga dan bahagia pada ibu yang berhasil menyusui bayinya karena tingkah laku bayi yang menyusu akan mengelitik perasaan ibu dalam memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak.
(6) menyusui secara teratur akan menurunkan berat badan secara bertahap karena mengeluarkan energi untuk ASI dan proses pembentukannya.
(7) Pemberian ASI secara eksklusif dapat berfungsi sebagai kontrasepsi sampai empat bulan setelah kelahiran, karena isapan bayi merangsang hormon prolaktin yang menghambat terjadinya ovulasi/pematangan telur sehingga menunda kesuburan.
(8) Pemberian ASI yang cukup lama dapat memperkecil kejadian keganasan kanker atau karsinoma payudara dan ovarium/ kandung telur. (Mellyna, 2003)
Posisi menyusui bayi dalam pelukan dengan duduk, tahap-tahapnya :
(1) Bersama bayi anda, duduklah dikursi yang nyaman. Tempatkan sisi kepala bayi di siku lengan anda, lingkarkan lengan ke sekeliling tubuhnya. Perut anda harus berhadapan dengan perut bayi. Lengan yang berada dibawah, lingkarkan ke tubuh anda agar tidak menghalangi.
(2) Sangga payudara anda dengan tangan anda yang bebas, dengan menempatkan jari-jari dibelakang bagian areola, sedikitnya dengan jarak 5 cm. Cara lainnya adalah seperti memegang gunting, dengan menggunakan 2 jari. Satu diatas, satu di bawah payudara, agar areola dan puting menonjol ke depan.
(3) Tariklah bayi mendekat. Gelitik bibir atas bayi dengan puting anda sampai mulut bayi terbuka lebar.
(4) Posisikan puting anda ke bagian tengah mulut bayi dan bayi akan menghisapnya. Ketika memposisikan puting, anda dapat mengubah posisinya dengan menekan ibu jari untuk menaikkannya atau menekan jari-jari untuk menurunkannya.
(5) Jika mulut bayi sudah berada dalam posisi yang benar, bibir bawah akan mengulum keluar. (Paula Kelly, 2001)
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan ibu. Ada 2 reflek yang sangat dipengaruhi oleh keadaan jiwa yaitu :
(1) Reflek Prolaktin
Pada waktu bayi menghisap payudara ibu, ibu menerima rangsangan neuro hormonal pada puting dan areola, rangsangan melalui nervus vagus diteruskan ke hipofise lalu ke lobus anterior, lobus anterior akan mengeluarkan hormon prolaktin dan masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI terangsang untuk memproduksi ASI.
(2) Reflek Let Down
Reflek ini mengakibatkan memancarnya ASI keluar, isapan bayi akan merangsang putting susu dan areola yang dikirim lobus posterior melalui nervus vagus, dari glandula pituitrin posterior dikeluarkan hormon oksitosin kedalam peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot mioepitel dari saluran air susu. Karena adanya kontraksi ini maka ASI akan terperas keluar kearah ampulla. (Mochtar, 1998)
g. Adaptasi psikologi pada masa nifas
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari ke-2 setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannnya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya. Disamping itu, nafsu makan ibu memang sedang meningkat.(Mellyna, 2003).
2) Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold , ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dari rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu, perasaannya sangat sensitif sehingga mudah tergantung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri. (Mellyna, 2003)
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat dan bayinya meningkat pada fase ini. (Mellyna, 2003).
3. Periode Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode yaitu:
a. Puerperium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan, (Mochtar, 1998)
4. Perawatan Masa Nifas
a. Involusio Uteri
Setelah melahirkan uterus kembali pada ukuran semula (involusio). Untuk dapat membantu dalam mengembalikan uterus keukuran semula perlu dilakukan masase dan senam kesegaran jasmani setelah persalinan.
b. Lochea
Setelah persalinan akan keluar sekret dari jalan lahir yang dinamakan lochea. Lochea yang keluar pertama kali berwarna merah dan kemudian dalam waktu seminggu sekret akan berwarna putih. Supaya lochea yang keluar itu tidak bermasalah seperti lochea berbau, bernanah dan mengakibatkan gatal-gatal maka perlu dilakukan daerah genetalia yaitu dengan rajin mengganti pembalut minimal dua kali sehari dan celana dalam, serta menjaga kebersihan daerah perinium atau luka jahitan pada perinium.
c. Perawatan Payudara
Perawatan payudara dilakukan mulai dari kehamilan sampai setelah persalinan guna mempersiapkan ASI untuk bayi nantinya. Tujuan perawatan payudara selama menyusui adalah untuk memelihara kebersihan payudara dan memperbanyak serta memperlancar produksi ASI. Perawatan payudara setelah persalinan dapat dilakukan dengan pengurutan payudara untuk membantu memperlancar keluarnya ASI.
Teknik perawatan payudara :
Pengurutan I :
1) Licinkan kedua telapak tangan dengan minyak, tempatkan kedua telapak tangan diantara payudara.
2) Arahkan urutan mulai dari arah atas kemudian ke arah samping (telapak tangan kiri) ke arah sisi kiri dan telapak tangan kanan menuju ke sisi kanan.
3) Pengurutan berikutnya diteruskan ke arah bawah samping.
4) Arah gerakan terakhir adalah melintang kemudian dilepas perlahan-lahan.
Pengurutan II :
Satu telapak tangan menopang payudara, sedangkan tangan lainnya mengurut payudara dari pangkal/atas ke arah putting susu.
Pengurutan III :
1) Merangsang payudara dengan air hangat dan dingin secara bergantian.
2) Pakailah BH khusus untuk menyusui.
d. Mobilisasi diri
Dilakukan segera setelah beristirahat beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur ibu (pada persalinan normal). Mobilisasi diri dapat mengurangi bendungan lochea dalam rahim, meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat normalitas alat kelamin ke keadaan semula.
e. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu dapat memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan ASI sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.
f. Tanda-tanda vital
Ada perubahan dalam masa nifas atau post partum yaitu sebagai berikut:
1) Suhu badan
Suhu badan pasca persalinan dapat naik lebih dari 0,5oC dari keadaan normal tapi tidak lebih dari 39oC. Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan kembali normal. Bila lebih dari 38,0oC, mungkin ada infeksi. (Mansjoer, 1999)
2) Nadi
Nadi umumnya 60-80 denyut per menit dan segera setelag partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat lakikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebih atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih dibanding suhu badan. (Mansjoer, 1999)
3) Tensi
Setelah persalinan dalam batas normal, maksimal sistole 140 mmHg diatole mmHg.
4) Pernafasan
Setelah persalinan pernafasan normal 28 kali per menit.
g. Kebersihan diri
Anjurkan kebersihan seluruh tubuh :
1) Menganjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun cair, pastikan ia mengerti untuk membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air besar.
2) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2 kali sehari.
3) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
4) Bila ibu mempunyai luka episotomi atau laserasi sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka (Mochtar, 1998).
h. Istirahat
Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
i. Gizi
Ibu menyusui harus :
1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari sehingga kebutuhan ibu menyusui = 2.900 kalori dapat terpenuhi.
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui).
4) Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 30 ahri pasca persalinan.
5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI (Saifuddin, 2001).

Monday, January 26, 2009

9:03 AM

Manfaat Laktasi pada Bayi

ASI adalah susu alami dan formulanya tidak dapat ditiru dengan sempurna . Komposisi ASI sangat cocok dengan kebutuhan nutrisi bayi yang baru lahir. Sebelum ASI keluar yang muncul, payudara ibu menghasilkan kolostrum yaitu suatu csairan berwarna kekuningan yang mengandung antibodi yang penting dan nutrisi yang benar untuk bayi baru lahir. (Kelly kuala, 2001)

Manfaat pemberian ASI adalah :

a Bagi bayi
  1. Dapat dicerna dengan lebih baik. ASI dirancang untuk sistim pencernaan bayi manusia yang peka dan masih berkembang.
  2. Mengandung lebih sedikit sodium dan protein. Karena ASI mengandung lebih sedikit sodium dan protein dari pada susu sapi, maka aka lebih sedikit beban kerja pada ginjal bayi yang masih muda.
  3. Lebih banyak penyerapan kalsium . Lebih banyak penyerapan ini sebagian disebabkan oleh rendahnya kadar fosforus dalam ASI.
  4. Resiko alergi yang lebih rendah.

b Bagi Ibu
Manfaat pemberian ASI ternyata tidak hanya untuk bayi, tetapi juga bermanfaat untuk ibu.
  1. Membantu mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula dan mengurangi pendarahan setelah kelahiran ini karena isapan bayi pada payudara dilanjutkan melalui saraf ke kelenjar hipofise di otak yang mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin selain bekerja untuk mengontraksikan saluran ASI pada kelenjar air susu juga merangsang rahim untuk berkontraksi.
  2. Bagi ibu, pemberian ASI mudah karena tersedia dalam keadaan segar dan suhu yang sesuai sehingga bisa langsung diberikan dan selalu siap jika diperlakukan pada malam hari.
  3. Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu di beli.
  4. Mengurangi biaya perawatan sakit karena bayi yang minum ASI tidak mudah terkena infeksi.
  5. memberikan rasa puas bangga dan bahagia pada ibu yang berhasil menyusui bayinya karena tingkah laku bayi yang menyusu akan mengelitik perasaan ibu dalam memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak.
  6. menyusui secara teratur akan menurunkan berat badan secara bertahap karena mengeluarkan energi untuk ASI dan proses pembentukannya.
  7. Pemberian ASI secara eksklusif dapat berfungsi sebagai kontrasepsi sampai empat bulan setelah kelahiran, karena isapan bayi merangsang hormon prolaktin yang menghambat terjadinya ovulasi/pematangan telur sehingga menunda kesuburan.
  8. Pemberian ASI yang cukup lama dapat memperkecil kejadian keganasan kanker atau karsinoma payudara dan ovarium/ kandung telur. (Mellyna, 2003)

Wednesday, January 21, 2009

8:50 AM

penanganan pada kejang demam

A. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian antiseptik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena / intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3 – 0,5 mg/kg BB/ kali dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit, dengan dosis minimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang jarum dicabut. Bila diazepam tidak tersedia atau pemberian sulit digunakan diazepam intrarektal 5 mg/BB (10 mg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis awal 10 – 20 mg/kg BB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kg BB.menit. setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCL fisologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
2. Mencari Dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan caran serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien KD yang pertama.
3. Pengobatan Proflaksis
Ada 2 cara proflaksis yaitu:
a) Proflaksis Intermiten, saat demam
b) Proflaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat terjadi kerusakan otak, tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada kriteria:
a) Sebelum KD yang pertama sudah ada kelainan neurologi atau perkembangan.
b) KD lama dari 15 menit, fokal / diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
c) Ada riwayat kejang tanpa demam pada ortu atau saudara kandung.
d) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur <>
(Antonius, 2000 dan Muhammad Kartono, 1997)