Post Top Ad

Post Top Ad

Thursday, November 19, 2009

LaTaR BeLaKaNg GAMBARAN GAYA HIDUP DAN PERILAKU KONSUMTIF PAKAIAN PADA REMAJA PUTRI (keputihan)

Bagi produsen kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Di kalangan remaja rasa ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar sangatlah besar, padahal mode itu sendiri selalu berubah-rubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, sehingga muncullah perilaku yang konsumtif tersebut (Kusmin, 1997).

Pada mulanya belanja hanya merupakan sesuatu konsep untuk menunjukkan suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-harinya dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Pada saat ini konsep belanja itu sendiri telah berkembang sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat. Belanja adalah suatu gaya hidup tersendiri, dimana bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang (Kusmin, 1997).

Gaya hidup yang dianut oleh masyarakat pada saat ini cenderung hanya mengikuti trend yang berlaku, sehingga bisa dikatakan gaya hidup yang dianut bersifat homogen dan tidak variatif. Dalam konteks ini tindakan yang dilakukan seorang individu bukanlah murni tindakan objektifnya akan tetapi termotivasi oleh unsur-unsur yang diluar individu, sehingga apa yang sedang berlaku umum disekitranya, itulah yang menjadi dasar tindakannya (Kusmin, 1997).

Remaja adalah suatu fase dalam kehidupan manusia, dimana ia tengah mencari jati dirinya dan biasanya dalam upaya pencarian jatidiri tersebut, ia mudah untuk terikat atau terimbas hal-hal yang tengah terjadi disekitarnya, sehingga turut membentuk sikap dan pribadi mereka (Kusmin, 1997).

Saat ini kita hidup dan berada dalam alam komoditas yang sama sekali tidak memberikan kita pilihan lain selain mengkonsumsi dan mengkonsumsi, serta terus mengkonsumsi semua produk-produk pasar yang dikendalikan oleh sifat keserakahan akan properti dalam atmosfer kompetisi. Kita hidup di jaman modern, sebenarnya yang membuat jaman kita secara fundamental berbeda dari masyarakat yang pernah ada sebelumnya. Dalam masyarakat kita sekarang segala sesuatunya dibuat menjadi komoditas, barang atau jasa dapat diperjual-belikan di pasar.

Budaya ialah cara yang menjadi sendi suatu bangsa budaya tidak dapat dibentuk dalam waktu sehari atau sekelip mata tetapi memerlukan waktu yang sangat lama. Pembentukan budaya positif masyarakat akan datang, perlu dimulai dari sekarang. Golongan dewasa ikut bertanggungjawab untuk membina, membentuk dan mendidik setiap individu remaja menjadi insan yang berbudaya positif (Hamzah, 2006).

Gaya hidup merupakan pola tingkah laku yang diungkapkan manusia sebagai respon terhadap hidup dan segala hal yang melingkupinya mencakup sekeumpulan kebiasaan, pandangan, pola-pola respon terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup (Adlin, 2006).

Dewasa ini masalah gaya hidup erat hubungannya dengan remaja, diamana masa yang belum stabil dalam mencari jati diri, sehingga para remaja berusaha mencari yang pas dan terbaik baginya sesuai arus jaman modern. Proses mencari kepribadian tersebut yang nantinya akan mempengaruhi gaya hidup remaja. Akibat adanya mode baru yang trend, remaja akan mengalami perubahan dari segi struktur sosial dan selanjutnya memberikan perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan juga gaya hidupnya (Widyastuti, 2006).

Permasalahan ini menjadi penting, karena remaja merupakan aset untuk kelangsungan masa depan bangsa. Untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka mengenai konsumenisme ini, kita akan mengetahui sampai sejauh mana konsumersime ini menggejala di tengah mereka, sehingga kita bisa mengambil sikap-sikap yang dapat mengantisipasinya lebih lanjut.

Berdasarkan wawancara sementara yang dilakukan peneliti pada bulan Desember 2008 pada siswi di SMK Negeri I Salatiga sebanyak 15 siswi mengalami dampak/pengaruh gaya hidup terhadap perilaku konsumtif pakaian pada remaja dari 20 siswi yang dilakukan wawancara. Dimana mereka lebih suka memakai pakaian yang pas dengan tubuhnya dan 9 siswi diantaranya mengatakan lebih suka memakai pakaian ketat, karena menurut mereka kita bisa bergerak bebas / leluasa dalam bergerak. Peneliti juga melihat, beberapa siswi memakai seragam sekolah yang ketat. Padahal peraturan tata tertib sekolah tidak boleh memakai pakaian seragam ketat. Secara tidak langsung siswi yang memakai seragam ketat melanggar tata tertib peraturan sekolah. Dan siswi tersebut dalam memenuhinya, mereka menyisihkan uang saku, bahkan ada juga yang berani berbohong kepada orang tua dengan alasan meminta uang untuk membayar kepentingan sekolah yang dimana pihak sekolah meminta secara mendadak, dan ada juga uang yang mereka dapatkan dari hasil di luar kegiatan positif siswi / remaja. Dimana ada satu siswa yang mengaku bahwa siswa itu mempunyai pekerjaan sampingan yaitu ” PSK” yang dimana bila tidak kerja dia tidak bisa melanjutkan sekolah, karena uang yang di dapatkan orang tuanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga apalagi untuk biaya sekolahnya dan adiknya. Dan apa yang dilakukannya tanpa sepengetahuan ortunya. Menurut Sari (2007) remaja yang memiliki kecenderungan sikap konformitas terhadap kelompok dan gaya hidup inilah yang menyebabkan adanya perilaku konsumtif, dimana karateristik remaja cenderung impulsive, senang menjadi pusat perhatian, iku-ikutan, peka terhadap inovasi baru menjadi pendukung gaya hidup hedonis


1 comment:

  1. mau tanya, ini jurnal yg Kusmin (1997), judulnya apa ya?
    ada di LIPI gak?

    ReplyDelete